Misteri Kode Billing

(Tujuan cerpen ini adalah untuk mengenalkan dan mengkampanyekan penggunaan Sistem MPN G2 atau billing system).

————————————————–

“Ada banyak sistem di negeri ini. Dan salah satunya adalah Modul Penerimaan Negara (MPN). Tahukah kau kawan, apa itu MPN? Coba ketikan rangkaian kata itu pada mesin google. Kau akan dapat serangkaian kalimat seperti ini: modul penerimaan yang memuat serangkaian prosedur mulai dari penerimaan, penyetoran, pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran sampai dengan pelaporan yang berhubungan dengan penerimaan negara” #MPNG2.

Begitulah status facebook-ku hari ini.

***

 Aku tersadar dari mimpi. Mimpi yang mempertemukan aku dengan seorang kawan lama pada rentang waktu yang secara jelas tergambar di benakku, pada bulan Maret 2014. Saat itu, dia telah menjadi seorang saudagar kaya.

“Kawan, maukah kau membantu aku?”

“Aku sedang punya masalah dengan kewajiban pajakku. Sudah sekian tahun aku menunggak pajak. Kau tahu sendiri aku ini orang bodoh, aku tak tahu tentang kewajiban harus membayar pajak.”

“Tolong bantu aku menyetorkan pajakku ini ke kas negara,” kata temanku itu yang terus nyerocos tak memberi kesempatan aku bicara.

“Mari sini teman, aku tolong dirimu. Sungguh bijak sekali. Persis seperti iklan Kantor Pajak tempo hari. Orang bijak taat pajak, hehehe…”

“Dan kau tahu itu memang sudah menjadi tugasku sehari-hari, mengurusi penerimaan negara. Aku kerja di Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) di Seksi Bank yang melakukan penatausahaan penerimaan negara, meliputi pajak, bukan pajak, dan pengembalian belanja.”

“Kapan-kapan aku akan jelaskan padamu lebih detil.”

“Ini blangko yang harus diisi untuk menyetorkan pajakmu itu.”

“Namanya SSP alias surat setoran pajak. Ada banyak jenis setoran pajak. Jadi, pajak apakah yang ingin kau setor?” Tanyaku setelah bertubi-tubi memberinya informasi.

“Kata orang kantor pajak, namanya pajak penghasilan pasal 21. Tidak jelas apa maksudnya. Aneh juga menurutku. Jenis pajak kok pakai pasal. Entah itu pasal dari mana. Kenapa juga aku tiba-tiba sudah sampai angka 21, apakah memang ada pajak penghasilan pasal 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, dst…”

Apa karena aku sudah menunggak sekian tahun, lalu saat ini sudah sampai pada urutan angka 21. Atau karena terakumulasi sehingga mencapai angka 21. Aku tak paham, aku tak tahu pasti soal itu. Aku yakin, kamu sudah mengerti soal ini. Kudengar kabar selepas SMA dulu, kamu diterima di sekolah kedinasan, STAN. Pasti kamu sudah paham soal pajak ini.

“Oke-oke…, aku sudah paham maksudmu, Kawan.”

Lalu, kuisi lengkap semua isian di blangko SSP itu.

“Sini, Sobat… Dikau tanda tangan sebagai wajib pajak. Lalu, bawalah blangko ini ke bank persepsi. Ups… sorry, maksudku ke BRI, Mandiri, BPD atau BNI.”

Tadi kau sebut bank persepsi. Kalau boleh tahu, apa itu artinya? Apakah persepsi, pandangan semua orang di negeri ini bisa dikumpulkan dan ditabung pada suatu bank sehingga menjadi bank persepsi. Bukan begitu?

“Salah. Tidak seperti itu. Ini hanya soal istilah saja yang menggunakan kata persepsi. Bank persepsi adalah bank yang ditunjuk pemerintah untuk menerima setoran penerimaan negara seperti pajak ini. Diluar bank yang ditunjuk pemerintah, dilarang untuk menerima setoran. Lagian di tempat mereka juga tidak akan tersedia sistem untuk merekam penerimaan negara. Nah, sistem inilah yang disebut dengan MPN.”

 ***

 Aku bangkit dari tempat tidur. Jam digital disamping tempat tidurku menunjukkan tanggal 22 September 2015 jam 05.00 pagi. Aku bergegas. Ada banyak pekerjaan yang harus diselesaikan hari ini. Permasalahan-permasalahan itu harus segera aku rampungkan secepatnya. Beberapa bendahara instansi yang tidak bisa login masuk ke aplikasi penyetoran penerimaan Negara atau portal billing. Mereka tidak bisa membuat kode billing. Ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut. Tak ada lagi pilihan untuk menggunakan surat setoran model lama seperti dalam mimpiku diatas. Sistem existing sudah di-shutdown. Karena, tidak mudah mengubah perilaku masyarakat selama sistem lama masih dibiarkan berjalan. Masyarakat negeri ini sudah terbiasa dengan paksaan. Dengan satu sistem, mau tidak mau mereka harus menggunakannya karena hanya ada satu pilihan.

Ya benar, sejak beberapa tahun lalu, pemerintah mengembangkan sistem baru yang dikenal dengan MPN G2 atau billing system. Wajib pajak atau wajib setor yang akan melakukan penyetoran penerimaan Negara tak lagi menggunakan blangko SSP atau SSBP atau SSPB. Dengan sistem MPN G2, mereka harus login terlebih dulu pada sebuah portal untuk membuat kode billing atau kode pembayaran. Hampir mirip dengan bila kita membeli tiket pesawat atau tiket kereta api. Ada form yang diisi, dan pada akhirnya sistem akan menampilkan kode billing. Dengan kode billing ini, wajib pajak dapat melakukan penyetoran pajak melalui ATM, teller atau fasiltas bank lainnya. Kode billing mempunyai masa kedaluarsa sampai dengan tiga hari.

Rangkaian kalimat diatas adalah sebagian dari isi tulisanku tentang MPN G2 di blog pribadiku.

***

“Pak, ada telepon,” kata Winda.

Aku bangkit dari kursi dan menuju ruang sekretaris.

“Halo, Assalamualaikum…”

“Waalaikum salam…,” jawabku.

Ya Akhi…, masih ingat aku. Ini Amin. Teman kuliahmu dulu di STAN.”

“Masyaallah…, apa kabar, Akhi?”

“Alhamdulillah, baik… Boleh aku datang ke kantormu. Ada hal yang harus aku ceritakan padamu.”

“Silakan. Besok, aku tunggu jam 10 pagi.”

Amin. Sebuah nama yang pasti selalu aku ingat. Seorang aktivis dakwah, lurus dan bersih. Pada jaman sebelum reformasi, dialah yang mungkin pertama menentang praktek korupsi dan suap di kantor. Aku ingat dulu, dia menolak uang lembur fiktif. Ia juga tidak mau menerima amplop-amplop dari para bendahara. Saat dia bertugas di Kanwil, ia membuat heboh dengan mendamprat rekanan yang ikut-ikutan melakukan pembahasan revisi anggaran dan membawa sekoper uang. Karena “kegilaannya” itu, ia menjadi ditakuti oleh para bos dan membuat mereka merasa tidak nyaman. Akhirnya, dia dikandangkan di Tata Usaha Persuratan.

Begitulah nasib Amin. Hingga puncaknya, ia memilih keluar dari pegawai dan melanjutkan aktivitas dakwah. Ia berdagang apa saja, buku, madu, obat-obatan herbal, dll.

“Aku menemukan sekoper uang di tumpukan sampah,” kata Amin.

***

Amin bercerita. Dia telah memasang pengumuman tentang temuan uang tersebut. Orang-orang berdatangan mengaku-aku bahwa uang itu miliknya. Amin memang cerdik, ia mengetes semua orang yang datang dan tidak satu pun yang dapat dipercaya bahwa orang itu pemilik uang tersebut. Cukup dengan beberapa pertanyaan kunci, Amin sudah bisa menebak jika orang tersebut berbohong. Ia mengetes para pengaku, dengan pertanyaan berapa tepatnya jumlah uang, dan apa wadah uang itu. Di pengumuman, ia hanya mencantumkan informasi: menemukan uang sejumlah ratusan juta.

Sudah empat minggu ia menanti pemilik asli koper itu. Tapi, tak juga ia dapati. Semua yang datang hanya para pembohong. Dan tak ada yang lolos dari tes, semuanya para penipu. Bahkan, mulai ada orang yang mengancam-ancam akan melaporkan ke Polisi. Namun, ia bukanlah tipe seorang penakut. Ia tantang orang itu dan akan balik melaporkan karena telah berbohong. Ia miliki semua rekaman pembicaraan orang-orang yang datang kepadanya.

Amin gelisah. Rasanya tak sanggup lagi menyimpan uang itu. Ia takut akan tergoda untuk menggunakan dan khawatir menjadi serakah dan ingin memilikinya. Ia ingin menyetorkan uang itu ke Kas Negara. Karena itulah, ia datang menemuiku.

“Aku ingin menyetorkan uang ini, tolong bantu aku. Katanya sekarang harus dengan kode billing,” kata Amin

“Tepat sekali…, mari aku bantu.”

“Kami memang membuka loket layanan pembuatan kode billing. Sejak 5 bulan lalu kami mendapat ijin dari Kantor Pusat untuk membuka loket layanan ini. Tentu saja kau harus mengisi formulir isian dan pernyataan tanggung jawab karena setoran ini menjadi tanggungjawab penyetor, bukan tanggung jawab KPPN. Kami hanya sekedar membantu dan memfasilitasi. Jadi tolong form ini diisi dan pernyataan ini ditandatangani,” jelasku sambil kusodorkan formulir dan pernyataan kepadanya.

“Kita harus masuk ke portal Simponi dengan alamat https://simponi.kemenkeu.go.id/, karena setoranmu ini masuk kategori penerimaan negara bukan pajak atau PNBP. Kalau setoran pajak menggunakan portal http://sse.pajak.go.id/.”

“Kau punya akun email, kan? Langkah pertama, harus membuat akun di portal Simponi dengan salah satu isiannya berisi alamat email. Sebaiknya juga punya NPWP.”

Dengan tekun Amin mengikuti petunjukku. Bukan hal yang sulit, karena sebenarnya ia sudah familiar dengan internet. Mungkin ia hanya kesulitan untuk menentukan jenis setoran, apa kode mata anggaran penerimaannya atau sekarang dikenal dengan istilah akun.

“Kok banyak menggunakan istilah akun, ya… ada akun email, akun portal dan akun setoran?”

“Betul, makanya selama ini aku harus hati-hati menjelaskan ke para wajib pajak atau para penyetor agar tidak salah paham.”

Tidak sampai setengah jam, kami berhasil membuat kode billing. Kini, uang sudah siap disetor ke bank persepsi. Kebetulan aku sedang tidak banyak pekerjaan. Aku temani Amin pergi ke salah satu bank yang melayani Sistem MPN G2. Kami langsung menuju salah satu teller dan menyerahkan lembar berisi kode billing.

Untuk beberapa menit kami menunggu. Terlihat teller cantik itu bingung. Ia memanggil kami dan menjelaskan bahwa kode billing telah terpakai, sehingga tidak bisa masuk ke sistem. Kami jelaskan bahwa kode billing ini baru satu jam yang lalu kami buat dan belum terpakai. Teller itu juga heran. Untuk menyakinkan kami, ia menunjukan layar monitor dan memang benar di layar monitor muncul pesan bahwa kode billing sudah digunakan.

Kami balik ke kantor dan berusaha membuat kembali kode billing. Dan segera ke bank sebelum tutup jam layanan. Untuk kedua kalinya Sistem MPN bank menolak. Kode billing sudah digunakan. Aneh!

Kami memutuskan untuk kembali esok hari karena jam layanan sudah tutup. Kami akan mencoba ke bank persepsi yang lain. Kami curiga jangan-jangan sistem bank ini yang error.

***

“Ini mengherankan. Belum pernah aku mendapati kode billing seperti kemarin. Tiba-tiba sudah terpakai. Sejak kami membuka layanan pembuatan kode billing, baru kali ini terjadi, padahal sudah ratusan kode billing yang kami buat.” Jelasku ke Amin.

“Kita coba lagi hari ini. Semoga berhasil.”

Kami mendatangi bank lain yang juga melayani MPN G2. Ada stiker tanda layanan MPN G2 tertempel di pintu. Untuk beberapa saat kami harus mengantri. Banyak sekali para penyetor hari ini. Rata-rata mereka berseragam kantoran. Mungkin untuk setoran pajak instansi. Dan memang untuk pajak instansi yang biasanya disetor oleh para bendahara belum bisa menggunakan ATM, sehingga mereka tetap harus antri di teller. Ada baiknya suatu saat rekening bendahara diperbolehkan memiliki ATM khusus setoran, sehingga tidak perlu lagi datang ke bank untuk setor pajak. Cukup melalui mesin ATM.

Tibalah giliran kami. Aku serahkan kode billing itu. Senyum teller satu ini menggitu menggoda. Tak berapa lama ia menginformasikan bahwa kode billing sudah terpakai. Aku meminta untuk mengulangi lagi. Dan untuk ketiga kalinya tidak juga berhasil. Selalu muncul pesan bahwa kode billing sudah digunakan.

Kami mencoba membawa kode billing itu ke bank persepsi yang lain. Dan kejadian yang sama juga terjadi, kode billing sudah digunakan.

Lama aku berpikir. Apa yang sebenarnya terjadi. Kusampaikan ke Amin untuk bersabar dan menyimpan kembali uang sekoper itu. Aku janjikan untuk berkonsultasi dengan helpdesk Simponi. Ia janji akan datang kembali ke kantor esok hari.

***

“Tadi malam aku bermimpi. Ada seorang kakek menemuiku dan memberiku sekoper uang. Ia tersenyum dan hilang. Aku terjaga.”

“Kulihat jam tiga pagi. Aku bangun untuk sholat malam. Karena kecapekan aku tertidur diatas sajadah dan kembali aku bermimpi yang sama, datang kepadaku seorang kakek berbaju putih dan membawa sekoper uang.”

Amin menceritakan mimpinya kepadaku.

Aku berusaha merangkai semua peristiwa yang terjadi, mulai dari cerita Amin menemukan uang, mengetes orang yang mengaku pemilik, kode billing yang selalu terpakai dan mimpi Amin yang aneh.

“Jangan-jangan, uang ini memang untuk kamu, Sobat.”

“Tuhan memang sengaja mengirimkan uang ini untuk dirimu.”

“Ah, kamu ada-ada saja.”

“Mana ada cerita tiba-tiba Tuhan mendatangkan uang sekoper kepada hamba-Nya.”

“Eh…, hati-hati kalau ngomong. Tuhan itu Maha Kuasa, Maha Berkehendak. Apa pun di dunia ini bisa saja terjadi. Tuhan juga Maha Pemurah. Barangkali itu memang anugerah dari Tuhan.”

“Sudahlah, jangan mikir sampai kesitu. Coba kita ulangi lagi untuk menyetorkan uang ini.”

“Kemarin, aku sudah konsultasi dengan helpdesk dan katanya di sistem Simponi tidak ada masalah. Jika di sistem MPN Bank muncul pesan kode billing sudah digunakan, artinya kode billing itu betul-betul sudah digunakan.”

“Aku juga sudah jelaskan peristiwa kemarin. Sayangnya, ia malah tertawa dan tidak percaya. Ia malah menuduhku membual.”

***

Kami kembali mengulangi membuat kode billing. Lalu, segera meluncur ke salah satu bank persepsi dan menyerahkan kode billing ke seorang Teller. Teller itu tersenyum kecut, tapi tetap saja cantik.

“Maaf Pak…, Bapak bercanda ya… kalau kode billing begini tidak akan bisa di-entry. Kode billing harus berupa kode numerik. Memang ini jumlahnya sudah 15, tapi ini bukan angka, Pak…” Jelas Teller dengan papan nama: Anita.

“Maksudnya?”

Aku tidak mengerti apa yang dia katakan. Kami memang tidak terlalu memperhatikan kode billing yang kami buat dan kami serahkan begitu saja ke teller.

“Coba ini diperiksa lagi, Pak?”

Aku dan Amin mengamati dengan teliti kode billing itu. Tak sadar kami serempak kaget.

“Hah….!”

Kode billing itu terbaca : uanginibuatkamu.

***