KPPN Sebagai Helpdesk SIMPONI. Bagaimana Bisa?

Dalam sistem MPN G2 ada 3 unit biller yang berperan dalam pemberian kode billing. Biller pajak yaitu DJP. Biller PNBP, DJA dan DJBC untuk billing bea dan cukai. Dua biller – DJP dan DJBC – memiliki unit instansi vertikal di daerah. Sehingga, apabila pengguna layanan mengalami kesulitan dan ingin berkonsultasi terkait layanan portal billing dapat dilayani oleh kantor daerahnya itu. Sedangkan, DJA tidak punya kantor daerah. Lalu, bagaimana bila pengguna di daerah mengalami kesulitan dalam pembuatan kode billing PNBP? Kemanakah bisa berkonsultasi?

Itu baru satu persoalan. Mari kita coba mencari-cari persoalan lainnya. Berbeda dengan pajak dan bea cukai, dalam penyetoran PNBP dikenal adanya tipe-tipe billing. Pengisian BA dan unit eselon I juga harus tepat. Dalam penyetoran dana PFK seperti misalnya iuran BPJS, BA, eselon I yang diisikan bukanlah kode kementerian dari satker ybs. Penyetoran PNBP terkait sektor pertambangan juga demikian. Seperti penerimaan royalti, bila satu perusahaan tambang akan membayar setoran royalti, bagaimana dengan pemilihan kode BA, eselon I dan satkernya? Baru-baru ini juga datang ke kantor saya, ada kelompok masyarakat yang  akan mengembalikan dana (yang awalnya bersumber dari DIPA tahun 2009) karena adanya temuan BPK. Adakah petunjuk tatacaranya?

Belum lagi untuk pengembalian belanja. Misalnya untuk sisa dana BOS, apakah disetor pada tahun berjalan atau itu merupakan sisa dana BOS tahun anggaran yang lalu, jelas berbeda. Tentu petunjuk yang dibuat harus berbeda. Selain juga ada yang bertanya, apa BA eselon I serta satker untuk setoran sisa dana bantuan desa? Nah….

Intinya adalah petunjuk pembuatan kode billing pada aplikasi SIMPONI tidak sama untuk semua jenis penerimaan. Lalu, siapa yang membuat petunjuk-petunjuk itu? Sejauh ini, saya lihat belum ada. Baru sebatas petunjuk secara umum. Padahal, ya itu tadi ada jenis penerimaan yang khusus seperti yang saya contohkan diatas. Setidaknya, ada penerimaan fungsional yang khusus di masing-masing Kementerian.

Meski sejatinya ada kontak layanan yang diberikan untuk permasalahan SIMPONI ini, tetapi saya kira masyarakat masih lebih puas bila bisa bertanya secara langsung. Selain jawaban yang diberikan dalam helpdesk atau pusat layanan itu kadang tidak bisa secara langsung. Praktek-praktek di lapangan juga kadang berbeda dengan tawaran aplikasi.

Riilnya begini. Di SIMPONI untuk menginput nilai setoran telah disediakan perhitungan atau kotak untuk diisi, yaitu volume dan tarif. Sayangnya, kadang di lapangan ada setoran tertentu yang tidak teridentifikasi volume dan tarifnya. Nah, ini perlu improvisasi dalam memberikan bantuan. Saya pernah menyarankan untuk langsung diisi jumlah totalnya dan mengabaikan volume dan tarif. Ternyata hal itu bisa dan tidak ada masalah dengan aplikasi.

Kembali pada pertanyaan diatas. Siapa yang menjadi kepanjangan tangan dari DJA ini? Ya mau gak mau tentu dalam hal ini adalah KPPN. Saya kira petugas bank persepsi juga tidak akan menguasai dalam memberikan petunjuk atau bantuan bila ada pengguna yang menanyakan tentang SIMPONI. Saya kira ini peluang KPPN untuk lebih berperan aktif dalam memberikan layanan bantuan khususnya terkait setoran PNBP, Pengembalian Belanja dan setoran PFK.

Karena itu, kemudian saya mencoba membuat petunjuk tatacara pembuatan kode billing untuk penyetoran PFK bagi SKPD. Ada juga brosur untuk iuran BPJS bagi PPNPN. Dan saya masih menyisakan rencana yang belum kelar yaitu brosur untuk tatacara pembuatan kode billing untuk pengembalian dana BOS. Dan ada lagi untuk setoran royalti pertambangan.

 ***