Efek Samping MPN G2 : Tantangan & Solusinya

Sesuatu yang bertujuan baik kadang mempunyai efek samping. Sebagaimana obat batuk yang punya efek bikin ngantuk. Obat-obat tertentu yang dikonsumsi terlalu lama akan mengakibatkan kerusakan hati. Padahal obat-obat itu bertujuan untuk menyembuhkan penyakit. Bukankah itu tujuan yang baik? Tapi masih juga punya efek samping. Seperti juga dengan perkembangan gadget dengan berbagai aplikasi sosial media. Tujuan utamanya untuk memudahkan manusia berhubungan satu sama lain. Mendekatkan yang jauh. Tetapi punya efek samping yang justru menjauhkan yang dekat. Semuanya terhipnotis dengan gadget. Berkumpul dengan keluarga tetapi pikiran dan fokus di grup WA alumni SMA atau di facebook.

Bagaimana dengan MPN G2? Apakah ia juga punya efek samping? Mari kita lihat apa yang telah terjadi dan akan terjadi.

Pertama, dengan MPN G2, penatausahaan penerimaan negara menjadi terpusat pada KPPN Khusus Penerimaan di Jakarta. Dampaknya, KPPN daerah kehilangan pekerjaan terkait penatausahaan. Ini bisa dilihat dari sisi positif dan negatif. Sisi positifnya tak perlu diulas. Karena tulisan ini lebih pada efek samping yang perlu dicari solusinya. Hilangnya pekerjaan bukan sesuatu yang mengenakkan. Rendahnya volume pekerjaan dalam jangka menengah justru akan membuat down mental pegawai. Karena merasa tidak ada yang dikerjakan. Kejenuhan bisa melanda dan bisa fatal akibatnya. Karena itu, perlu antisipasi dan pengelolaan yang baik agar energi dari hilangnya pekerjaan itu dapat disalurkan atau dialihkan untuk kerja lainnya. Perlu terobosan cemerlang untuk melahirkan kerja baru yang mampu membuat pegawai merasa lebih produktif dan bermakna.

Kedua, monitoring penerimaan negara oleh KPPN daerah tidak lagi dilakukan secara kontinyu setiap hari. Dulu, sebelum MPN G2, KPPN daerah melakukan penatausahaan penerimaan negara setiap hari kerja. Otomatis, pekerjaan ini sekaligus memantau penerimaan negara di wilayah kerja masing-masing. Dengan MPN G2, pemantauan ini tidak bisa dilakukan oleh seluruh KPPN. Setidaknya, tidak semua penerimaan negara bisa dipantau oleh KPPN daerah.

Bahwa benar ada dashboard MPN G2, tetapi masih ada kelemahannya. Dimana KPPN yang tidak bermitra dengan KPP tidak akan bisa melihat penerimaan pajak di wilayahnya. Jelasnya begini. Bila ada pertanyaan berapa penerimaan negara bulan Juli di wilayah itu? KPPN daerah pasti akan kesulitan memperoleh jawabannya.

Ketiga, hubungan dengan bank tidak lagi terjalin setiap saat. Tidak seperti dulu, dimana bank persepsi mengirimkan laporan setiap hari kerja ke KPPN, dengan MPN G2, putus kewajiban itu. Apalagi dengan tidak adanya lagi Bank Operasional (BO). Jadi benar-benar, tidak ada lagi hubungan kerja antara bank dan KPPN. Kalaupun KPPN bisa melakukan monitoring atas proses penerimaan negara, itu tentu tidak dilakukan setiap hari.

Karena itu, hal ini menjadi tantangan bagi KPPN untuk tetap dan selalu menjaga hubungan baik yang selama ini telah terjalin. Bagaimanapun silaturahmi harus tetap dijaga. Jelasnya begini. Dulu, dengan adanya ikatan kerja sama antara bank dan KPPN, dengan mudah KPPN bisa meminta bantuan ke bank untuk urusan terkait setoran dan mungkin urusan lainnya terkait pekerjaan. Bagaimana dengan sekarang dan yang akan datang? Itulah yang tetap harus dipertahankan.

Keempat, KPPN daerah tidak akan peduli lagi dengan proses penerimaan negara. Sebelum MPN G2, KPPN selalu rewel mengingatkan bank terkait input data, kebenaran akun, dan isian lainnya. Karena memang itu berdampak pada kerja yang dilakukan oleh KPPN. Artinya rewelnya KPPN terhadap bank adalah karena pamrih agar tidak menghambat proses penatausahaan penerimaan negara. Sekarang dengan MPN G2, siapa lagi yang rewel. Toh, bagi KPPN daerah sudah tidak ada lagi pamrih itu. Tidak ada lagi kerja penatausahaan. Kesalahan apapun yang dilakukan oleh bank, tidak berdampak langsung pada KPPN. Jika pun ada kesalahan penyetoran pajak, urusannya adalah ke KPP. Untuk KPPN paling-paling sebatas PNBP yang umumnya dilakukan oleh satker yang masih dalam jangkauan KPPN untuk memberikan edukasi. Berbeda dengan wajib pajak dimana bukan menjadi domain KPPN.

Kelima, pengawasan penggunaan akun tidak semasif dulu. Bila dulu ada sekolah, SMA, SMK yang melakukan penyetoran sisa dana BOS tahun anggaran yang lalu tetapi disetor dengan SSPB, KPPN akan tahu bahwa itu salah. KPPN tahu dan paham karena berkas atau dokumennya setiap hari dilaporkan oleh bank kepada KPPN. Dengan MPN G2, tidak ada lagi dokumen yang dikirim ke KPPN dan tidak ada lagi yang mempelototi itu. Artinya akan ada banyak kemungkinan kesalahan penggunaan akun. Ini juga menjadi tantangan bagi KPPN untuk tetap memberikan layanan edukasi tata cara penyetoran penerimaan negara.

 ***