Kelebihan Setoran Pajak

Beberapa minggu lalu saya menerima 2 tamu dengan selang waktu antara tamu pertama dan kedua kira-kira 2 minggu. Tapi dengan permasalahan yang sama. Kelebihan setoran pajak.

Tamu pertama dari SKPD setempat. Setelah menyetor pajak PPN dan PPh dengan menggunakan billing, beberapa waktu kemudian dan setelah dihitung kembali, ternyata pajak yang ia setor terlalu banyak dari jumlah yang seharusnya disetor. Kalau ditotal sekitar 1 jutaan. Mereka datang untuk meminta solusi agar kelebihan setoran pajak tersebut bisa diminta kembali. Dari cerita yang disampaikan, saya kira murni karena salah hitung pajak. Jadi kesalahan ada pada SKPD atau si bendahara.

Saya memberikan dua solusi: pertama, saya konsisten dengan tulisan saya sebelumnya bahwa kelebihan pajak dapat dikompensasi untuk setoran berikutnya (saya tidak tahu apakah solusi tersebut bisa diterima oleh pihak DJP, logika saya mengatakan seharusnya bisa). Apalagi dengan system billing, dimana tak ada lagi uraian pembayaran. Yang penting untuk jenis pajak atau kode akun yang sama. Berikut link tulisan itu: https://mpng2.wordpress.com/2015/05/29/tak-ada-uraian-pembayaran-kompensasi-pun-jadi/.

Solusi kedua, saya menyarankan untuk berkonsultasi ke Kantor Pajak setempat. Bagaimana detil solusinya, saya enggan untuk mengurai lebih panjang. Yang jelas, kelebihan pajak tersebut akan diselesaikan dengan mekanisme SPM-KP, tapi dengan didahului pemeriksaan dan penelitian. Saya kira kantor pajak tidak akan sertamerta menerbitkan SPM-KP. Dalam hal ini, tentu akan membutuhkan waktu yang relatif lama. Dan saya sudah mewanti-wanti ke SKPD tersebut untuk bersabar soal waktu.

Berikutnya tamu kedua, masih juga dari SKPD setempat. Alkisah, orang ini sudah tahu kejadian yang menimpa SKPD sebelumnya soal kelebihan setor pajak. Katanya, dalam hati ia berujar, gak mungkinlah terjadi pada dirinya.

Pada suatu malam, ia membuat kode billing untuk setoran pajak senilai Rp.60.000,-. Selesai cetak billing dan tanpa memeriksa kembali, pulanglah ia ke rumah untuk istirahat. Besoknya ia ke bank untuk menyetor pajak. Ia serahkan kode billing, tanpa menelitinya kembali. Teller langsung mengeksekusi dan terbitlah BPN. Rupanya bendahara tadi belum menyerahkan uang. Dan ketika teller meminta uang, ia kaget setengah mati mendengar kata 6 juta. Ternyata, nilai yang tertulis dalam cetakan billing adalah 6 juta, bukan Rp.60.000,-.

Untuk beberapa waktu ia tertegun, gusar dan tidak percaya. Ia pun menolak untuk membayar 6 juta. Oleh pihak bank kemudian disarankan datang ke kantor saya. Dan terjadilah pertemuan itu.

Atas kasus kedua tersebut, saya memberikan solusi yang sama dengan kasus pertama. Kompensasi atau silakan ke kantor pajak.

Sebelum mengakhiri tulisan ini, saya ingin menganalisis kasus kedua.

Pertama, hal tersebut menjadi kesalahan penyetor atau bendahara karena kurang teliti saat membuat kode billing. Banyak penyebabnya. Entah karena dibuat di malam hari, mati lampu, atau karena capek, banyak kerjaan. Atau barangkali banyak pikiran karena istrinya menuntut dibelikan tas Hermes. Atau jangan-jangan di ruang kerjanya ada hantu yang ikut nimbrung nambahin angka 0.

Kedua, ini juga menjadi kesalahan pihak bank. Mengapa? Mari kita lihat ketentuannya.

Dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 32/PMK.05/2014 tentang Sistem Penerimaan Negara Secara Elektronik, disebutkan bahwa dalam hal transaksi Penerimaan Negara dilakukan melalui sarana layanan Penerimaan Negara dalam bentuk loket/teller (over the counter) pada Bank Persepsi, Bank Pesepsi wajib melakukan hal-hal sebagai berikut: menginput Kode Billing yang diberikan Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor ke dalam sistem aplikasi pembayaran untuk memperoleh informasi detail pembayaran; melakukan konfirmasi kebenaran data setoran kepada Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor; dan mencetak dan memberikan BPN yang ditera NTB/NTP dan NTPN kepada Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor.

Nah, coba perhatikan poin 2 tersebut, baca dengan seksama: “melakukan konfirmasi kebenaran data setoran kepada Wajib Pajak”. Dengan gambaran kejadian pada kasus kedua diatas kita bisa duga pihak bank atau teller lalai tidak melakukan konfirmasi kebenaran data setoran.

Ya sudahlah, barang sudah terjadi. Ada pelajaran yang bisa kita petik agar lebih berhati-hati.

Jadi, karena dengan MPN G2, bank tidak bisa melakukan reversal atau membatalkan transaksi, maka sebaiknya ikutilah prosedur diatas. Atau mungkin saja, bank bisa langsung kontak dengan bank pusatnya untuk membatalkan transaksi tersebut. Barangkali, jika dana belum dilimpahkan, bank pusat masih bisa men-cancel transaksi tersebut. Ini hanya kira-kira, saya tak tahu pasti.

***