“Mengakali” SIMPONI

Tiga Bendahara Penerimaan ini mengeluh kepada saya. Inti komplain mereka sama. Kira-kira percakapannya seperti ini.

“Pak, pakai SIMPONI, kok bikin saya tambah repot ya?”

“Apa ndak ada cara yang lebih singkat untuk input data setoran?”

“Masak saya harus input satu-satu setiap jenis penerimaan. Lah, bisa-bisa setumpuk cetakan kode billing yang saya bawa ke bank. Kalau begitu, lebih enak setor pakai SSBP manual. Saya bisa gabung semua jenis setoran dan tinggal membuat rinciannya disitu.”

Saya telaten mendengarkan. Saya tunggu dia betul-betul berhenti bicara. Meski sebenarnya sejak kalimat kedua, saya sudah mulai paham apa yang dia maksud. Biarlah dia puas dulu menyampaikan uneg-unegnya.

Belakangan, saya memang sedang “meneror” mereka agar segera menggunakan kode billing (e-billing) alias MPN G2. Teror tak harus dari saya langsung. Bisa melalui pihak bank. Setiap kali mereka setor dengan SSBP manual, pihak bank akan mengedukasi mereka agar menggunakan kode billing. Saya juga sudah beberapa kali berkirim surat ke instansi mereka. Dan akhirnya, mereka mulai mencoba menggunakan SIMPONI.

Namun, ternyata yang mereka hadapi tidak seperti yang mereka bayangkan. “Kok jadi harus detil begitu.” Begitu pikiran mereka.

Jika diperhatikan di https://simponi.kemenkeu.go.id alias SIMPONI, ketika menginput setoran penerimaan fungsional, akan muncul tampilan tabel dengan beberapa kolom/item yang perlu diisi, yaitu: Wajib Bayar; Jenis Penerimaan; Akun; Tarif; Volume; Satuan; Jumlah dan Keterangan.

SIMPONI memaksa pengguna untuk memilih jenis penerimaan yang di masing-masing Kementerian dibuat secara rinci, meski sebenarnya satu akun. Apalagi disitu ada isian tarif dan volume. Sehingga, mengesankan pengguna harus membuat satu persatu untuk setiap jenis penerimaan (meski sebenarnya dengan akun yang sama).

Itulah yang menjadi keberatan pihak satker, paling tidak ketiga Bendahara Penerimaan diatas. Mereka menginginkan agar dibuat global saja. Cukup pilih satu jenis penerimaan secara global dengan akunnya. Atau malah cukup pilih akunnya saja. Tidak perlu ada isian jenis penerimaan. Kalau pun memang dibutuhkan, rincian jenis penerimaan tersebut dapat dibuat secara manual di lembaran lain (bukan di SIMPONI).

Untuk menjawab keluhan mereka, saya mulai memutar otak. Saya tak kurang akal. Prinsip saya, yang penting akunnya sama, tidak kurang jumlah setorannya dan uang itu benar-benar disetor ke rekening kas Negara. Saya berusaha “mengakali”.

Saya menyarankan: karena pada umumnya untuk penerimaan fungsional satu kementerian hanya satu akun (meski dengan jenis penerimaan yang banyak), maka cukup pilih salah satu jenis penerimaan. Lalu, langsung isikan jumlah total uang. Abaikan tarif dan volume. Yang penting, jumlah uang itulah yang akan disetorkan ke kas Negara.

Bagaimana dengan rinciannya? Buat di lembaran lain (misalnya dengan MS-Excel). Malah, sebenarnya sebelum membuat kode billing di SIMPONI, saya kira para Bendahara Penerimaan sudah memiliki rincian PNBP yang akan disetorkan. Nah, rincian ini tinggal diperbanyak dan dilampirkan pada cetakan kode billing dan Bukti Penerimaan Negara (BPN).

Dan syukurlah, kini ketiga bendahara penerimaan yang mengelola PNBP lumayan besar itu sudah konsisten menggunakan kode billing.

***