Penyetoran Dana PPK PNS Daerah: Mengapa Harus Melalui Kas Negara?

Saya akan melanjutkan tulisan saya tentang dana perhitungan pihak ketiga. Agar konsisten dengan usulan saya, maka saya akan menyingkatnya menjadi dana PPK (bukan PFK). Sebelum ini, saya berusaha menelusuri asal-usul penggunaan istilah PFK seperti di tulisan ini: http://www.filjannah.blogspot.com/2014/09/perhitungan-fihak-ketiga-atau.html.

Dari definisi yang ada, secara ringkas dana PPK adalah sejumlah dana yang dipotong dari gaji pegawai untuk dibayarkan kepada pihak ketiga. Pihak ketiga terdiri dari BPJS, Taspen, Asabri, Bapertarum. Inti dari keberadaan pihak ketiga tersebut adalah untuk kesejahteraan pegawai.

Bila kita merunut sejarah, pada awalnya seluruh gaji pegawai baik pusat maupun daerah dibayarkan melalui salah satu kantor Kementerian Keuangan di daerah yang sekarang kita kenal dengan nama KPPN (dulu bernama KPN –sebelum itu ada sebutan lainnya- lalu, berubah menjadi KPKN dan terakhir menjadi KPPN). Bisa dikatakan saat itu pembayaran gaji pegawai bersifat sentralistik. Saat itu gaji pegawai dibayarkan dengan nilai bersih setelah dipotong IWP dan taperum. Lalu, IWP dan Taperum yang dipotong langsung tersebut, oleh pemerintah pusat dibayarkan kepada pihak ketiga.

Jaman berganti menghadirkan otonomi daerah sampai kemudian pegawai terbelah menjadi PNS pusat dan PNS daerah. Pembayaran gaji juga terpisah antara gaji pegawai pusat dan pegawai daerah. Untuk pegawai pusat tetap dibayarkan melalui KPPN sedangkan pegawai daerah dibayarkan oleh masing-masing pemda/pemkot. Disinilah kemudian muncul dua otoritas yaitu pemerintah daerah (pemda) dan pemerintah pusat (pempus).

Logika paling mudah bagi saya adalah pempus menyetorkan IWP dan Taperum untuk PNS Pusat dan pemda juga menyetorkan IWP dan Taperum untuk PNS daerah. Dan yang paling gampang adalah keduanya menyetorkan sendiri-sendiri atau membayarkannya langsung ke masing-masing pihak ketiga.

Namun, ternyata tidak demikian. Pemda harus menyetorkan lebih dulu ke kas Negara, baru kemudian pemerintah pusat menginventarisir seluruhnya, lalu membayarkan kepada pihak ketiga.

Saya mencoba membuat timbangan antara kedua pola itu: pemda menyetorkan langsung ke pihak ketiga dan pemda menyetorkan dulu ke kas Negara.

Setor langsung ke pihak ketiga:

  • Pihak ketiga langsung bisa membukukan dan memanfaatkan dana
  • Pihak ketiga langsung mengetahui pemda mana yg belum setor

Setor lebih dulu ke kas Negara:

  • Pihak ketiga harus menunggu bulan berikutnya setelah semua terkumpul;
  • Pempus ikut repot mengurusi, membukukan, melaporkan
  • Sesuatu yang tidak langsung (melalui perantara) biasanya memerlukan tambahan waktu, tenaga dan biaya, misalnya perlu ada proses rekon data setoran

Saya kira ke depan sebaiknya pempus mulai melepas persoalan ini. Maksud saya: biarlah pemda melakukan penyetoran dana PPK kepada pihak ketiga secara langsung.

Atau jangan-jangan sebenarnya pempus mengambil keuntungan dari mekanisme selama ini. Begini.

NKRI memiliki 34 provinsi dan 511 kabupaten/kota yang terdiri dari 417 kabupaten dan 94 kota. (Data sampai diundangkannya UU No. 16 tahun 2013 tentang Pembentukan Kabupaten Musi Rawas Utara di Provinsi Sumatra Selatan tertanggal 10 Juli 2013).

Jika dihitung secara kasar, dengan asumsi satu kabupaten/kota/propinsi setiap bulan rata-rata menyetor dana PPK 2 milyar, maka akan ketemu angka 1 trilyun 90 milyar setiap bulan. Saya kira, ini adalah angka uang kas yang sangat liquid untuk membiayai pengeluaran pemerintah. Paling tidak untuk sementara waktu sebelum dibayarkan kepada pihak ketiga. (Ingat: ada jeda waktu antara dana PPK disetorkan pemda ke kas negara dan dari kas negara kepada pihak ketiga).

Dengan status pihak ketiga sebagai BUMN (paling tidak dibawah pengawasan/pembinaan pempus), maka akan lebih mudah bagi pemerintah pusat, misalnya jika ada kekurangan kas, menggunakan dana PPK tersebut untuk sementara waktu, dengan menunda melunasi pembayaran dana PPK kepada pihak ketiga.

Apakah jawaban dari judul tulisan ini, seperti itu? Semoga saya salah.

…………………………………………………………………………………….(terdiam sejenak)

Bagaimana andaikan itu benar?

Ups…., jika betul, saya akan buru-buru mencabut usulan saya diatas dan anggap saja saya tidak pernah menulisnya.

Tapi, mengapa soal ini terjejak di blog MPN G2? Insyaallah, tulisan ini bersambung.

***