Meng-MPN-G2-kan Potongan Pajak SP2D Pemda

Alternatif Pembuatan Kode Billing Untuk Potongan Pajak/PFK Pada SPM/SP2D Pemda

Dukungan untuk implementasi Sistem Modul Penerimaan Negara Generasi Kedua (MPN G2) secara penuh mesti terus digaungkan. Langkah tak boleh surut, meski tantangannya adalah kekhawatiran target penerimaan pajak tidak bisa tercapai. Ketakutan bahwa wajib pajak akan berkelit dengan dalih mereka tidak bisa setor (karena MPN G1 ditutup), saya kira tidak beralasan.

Karena itu, agen-agen atau layanan gratis pembuatan kode billing sebaiknya segera dibuka di kantor-kantor pajak atau KPPN. Termasuk misalnya di bank umum bahkan di kantor pos. Tentu dengan kompensasi sesuai tarif yang ditentukan pemerintah.

Berikutnya yang perlu dipikirkan adalah soal potongan pajak dan setoran PFK (perhitungan fihak ketiga) dari SPM/SP2D Pemerintah Daerah (Pemda). Selama ini, potongan pajak dari SP2D Pemda disetor langsung atau dipindahbukukan ke rekening kas Negara dengan menggunakan sistem eksisting (MPN G1) dan bukti setor SSP.

Kira-kira begini gambarannya: ambil contoh SP2D gaji induk bulanan pegawai Pemda atau SKPD (satuan kerja perangkat daerah). Setiap bulan setelah menerima SPM dari SKPD, Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Asset (DPPKA) menerbitkan SP2D, lalu dikirimkan SP2D tersebut ke Bank Pembangunan Daerah (BPD). Di dalam SP2D tersebut meliputi jumlah kotor dan potongan-potongan termasuk potongan pajak dan PFK. Tidak seperti gaji induk pegawai pusat, potongan pajak dan PFK disetorkan langsung ke rekening kas Negara dengan menggunakan SSP dan SSBP. Karena itu disetiap SP2D yang ada potongan pajaknya, selalu dilampirkan SSP. Kemudian, BPD mendebet dana dari rekening kas daerah sebesar nilai kotor SP2D. Dari jumlah kotor tersebut, senilai potongan pajak dipindahbukukan atau disetorkan ke rekening kas Negara dengan bukti SSP. Begitu juga dengan setoran PFK. Makanya, di awal bulan, biasanya dari BPD terdapat transaksi setoran (pajak dan PFK) yang lumayan banyak yang dilaporkan ke KPPN.

Nah, jika sistem eksisting (MPN G1) dihentikan, yang mesti dipikirkan adalah bagaimana mekanisme pembuatan kode billing untuk potongan pajak pada SPM/SP2D gaji dari setiap dinas/SKPD tersebut? Siapakah yang membuat kode billing? Dan kapan dibuat?

Alternatif pertama, kode billing dibuat oleh masing-masing dinas/SKPD dan kemudian cetakan kode billing dilampirkan pada SPM gaji yang diajukan ke DPPKA. Disini, yang perlu diperhatikan adalah masa kedaluarsa kode billing yang hanya bertahan 2 hari. Sementara, jangka waktu pengajuan SPM sampai dengan penerbitan SP2D hingga proses pencairan dana di BPD membutuhkan waktu yang agak panjang. Solusinya: DPPKA menerbitkan ketentuan, misalnya: mewajibkan setiap SKPD membuat kode billing untuk setoran pajak gaji bulanan pada satu hari sebelum tanggal gajian. Tentunya ini akan menghadapi kendala terkait hari libur dan proses penyampaian kode billing ke BPD.

Alternatif kedua, kode billing dibuat oleh DPPKA. Karena, biasanya SSP dibuat per dinas/SKPD, maka DPPKA mesti tahu user password portal billing dari seluruh dinas/SKPD. Bila ini tidak menjadi kendala, maka setiap akhir bulan (bahkan tidak terbatas hari libur), kode billing baru dibuat. Dengan tujuan agar tidak kedaluarsa pada tanggal 1 atau tanggal gajian. Ini tentu akan rentan dengan resistensi karena menambah beban kerja DPPKA. Bayangkan jika ada puluhan dinas/SKPD yang mesti dibuatkan kode billing.

Alternatif ketiga, kode billing dibuat oleh DPPKA dengan mengunakan user DPPKA. Petugas DPPKA bisa membuatkan kode billing setoran pajak untuk NPWP masing-masing dinas.

Ada pertanyaan seperti ini: Sebagai bendahara pengeluaran satker, bagaimana cara membuat billing untuk membayarkan pajak yang telah dipungut dari pihak ketiga. Dan jawabannya: silakan login pada http://sse.pajak.go.id dengan user (bendahara) yang telah dibuat. Secara otomatis form perekaman akan menampilkan NPWP bendahara yang bersangkutan, kemudian kosongkan isian NPWP-nya dan ganti dengan NPWP pihak ketiga, kemudian lanjutkan pengisiannya sesuai billing yang akan dibuat.

Analog dengan jawaban tersebut adalah: DPPKA login dengan user bendahara DPPKA. Saat muncul form perekaman yang menampilkan NPWP bendahara DPPKA, hapus NPWP tersebut, lalu ganti dengan NPWP dari setiap dinas/SKPD, misalnya NPWP Dinas Peternakan. Kemudian lanjutkan pengisiannya sesuai billing yang akan dibuat. Begitu seterusnya untuk Dinas Pendidikan, lalu Dinas Perkebunan, dst.

Sama dengan alternatif kedua, ini agak riskan dan akan muncul resistensi atau penolakan karena tambahan beban pekerjaan khususnya dalam hal pembuatan kode billing.

Alternatif keempat, kode billing dibuat oleh DPPKA. Tetapi seluruh potongan pajak digabungkan menjadi satu. Artinya, dari seluruh potongan pajak setiap SKPD, ditotal nilainya. Lalu, dengan NPWP bendahara DPPKA dibuatkan satu kode billing untuk seluruh potongan pajak. Toh, sebenarnya seluruh SKPD tersebut dalam satu satu entitas yaitu Pemda. Yang perlu diperhatikan adalah apakah model ini akan berpengaruh pada pelaporan keuangan dari setiap SKPD. Dan bagaimana dengan pelaporan pajak? Jika diperlukan, ada baiknya dibuat kesepahaman dengan kantor pajak setempat.

Empat alternatif diatas bisa juga berlaku untuk setoran PFK. Silakan Anda baca ulang dan ganti saja kata-kata pajak dengan PFK serta alamat http://sse.pajak.go.id diganti dengan https://simponi.kemenkeu.go.id.

Bagaimana dengan pendapat Anda?

 ***

Singkatan: SP2D : Surat Perintah Pencairan Dana; SPM : Surat Perintah Membayar; SSP : Surat Setoran Pajak; SSBP : Surat Setoran Bukan Pajak; NPWP : Nomor Pokok Wajib Pajak; KPPN : Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara